Selasa, 09 Mei 2017

Don't Teach Me, I Love to Learn



Saat saya menikah, kemudian Allah hadirkan sesosok nyawa baru dalam rahim saya, hingga kemudian ia terlahir maka di detik tersebut, janin dalam kandungan saya resmi menyandang status sebagai "ANAK" dan serta merta saya dan ayana sah secara de'facto dan yuridis bergelar "ORANG TUA".

Ketika menjadi orang tua, banyak perubahan yang kami alami, kami yang tadinya berdua, kemudian menjadi bertiga hingga hari ini komplit menjadi ber-empat. Mencoba mengamati pola unik anak-anak dengan "ilmu titen" membuat kami yakin bahwa sesungguhnya mereka adalah pembelajar sejati. Bahkan misalnya pun kami ini nol persen terhadap ilmu parenting, tak mengubah konsep bahwa mereka adalah pembelajar yang unggul.

Hingga kemudian pada suatu titik kami semakin menyadari bahwa kebutuhan krusial untuk anak-anak bukanlah ilmu parenting yang kami miliki, melainkan lebih pada waktu dan perhatian kami dalam membersamainya, karena pada akhirnya setiap orang tua yang akan menemukan pola parenting mana yang bisa di terapkan kepada buah hati, dan bukan hasik dikte dari pakar parenting manapun.


Rasanya saat menghadapi materi Level 4 seperti lagi ngalamin jatuh cinta, jatuh hati sampai jatuh bangun 😥😅😂


Lagi-lagi kami merasa di tampar bolak-balik hingga tak kunjung usai dalam menyelesaikan perkuliahan Bunda Sayang ini.  Fyiiiuuuuh rasa lelah tapi tetap harus melangkah 😅😅😅


Betul sekali jika anak-anak adalah pembelajar yang alami, beri mereka rangsangan melalui stimulus maka dengan sendirinya mereka akan temui jalan keluar.

Nadia yang tampak ceria, namun memiliki PR besar terhadap kepercayaan dirinya, hingga berimbas pada hal-hal sederhana yang berkaitan dengan kepercayaan dirinya, misalnya contoh keberaniannya untuk berbicara dan menyapa temannya di dalam suatu forum, keberaniannya untuk mengungkapkan isi hatinya baik kepada saya, Ayana maupun pihak di luar kami berdua.

Qadarullahnya saat mendapat tugas memahami Gaya Belajar Anak, bertepatan dengan di terimanya hasil psikotest Nadia di sekolah formalnya. Hasil psikotest menunjukkan hasil yang menggembirakan sekaligus membanggakan untuk kami selaku orangtuanya, bagaimana tidak bangga jika ananda tergolong anak-anak dengan kecerdasan intelektual di atasnya di atas rata-rata (superior),  walaupun dengan satu catatan kecil mengenai kemampuan motorik kasarnya. Melirik ke belakang dengan sifat dan sikap Nadia kami menjadi mahfum bahwa ada PR besar di depan mata, bagaimana kami mampu memberikan stimulus lebih untuk mendongkrak kekurangan kecil dari dirinya, dan menjadi salah satu cara bagi kami memaksimalkan potensi unik yang dimilikinya.


Kecenderungan Nadia akan warna dan grafis berusaha kami gabungkan dengan berbagai aktifitas motorik kasar saat proses membersamai Nadia. Kami ajak Nadia berbelanja raket bulu tangkis dan memilih senar serta perangkat lainnya sesuai dengan warna kesayangannya. Hingga kami selipkan cerita (mengingat aspek Visual dan Auditori Nadia sangat kuat) mengapa kita perlu berolahraga, siapa atlit kebanggaan Indonesia, dan hal-hal sederhana yang bisa di tangkap oleh logikanya.


Ayana berperan penting saat proses melatih motorik kasar Nadia, saya berperan dalam mempertajam kemampuan visual dan auditorinya. Proses LEARN senantiasa kami tumbuhkan di dalam keluarga kami, berusaha dengan maksimal membersamai ananda dengan proses yang menyenangkan dan jauh dari kesan paksaan.

Di akhir pelaksanaan tugas bulan ini, saya mencoba mengajak Nadia mereview kembali perjalanan kami sepekan terakhir, intensitas latihan motorik kasar dan "titen" terhadap gaya belajarnya, kami gelarlah sebuah Family Project yang sasarannya adalah Nadia bisa berkreasi dengan sesuatu hal yang ia sukai namun merangsang keinginannya untuk tetap berlatih motorik kasarnya.

Jatuhlah pilihan pada membuat film sederhana (melalui aplikasi di gadget) berisi perjalanan Nadia sejak pertama kali menginjakkan kakinya di Kelas TK-B (mengingat Nadia saat ini memasuki masa menjelang inagurasi kelulusannya). Sekaligus sebagai apresiasi dan luapan rasa terima kasih untuk Bu Eel dan bu Nur,  tim fasilitator Nadia di sekolah formalnya. Jadilah kami berdiskusi memilih foto yang akan di tampilkan, mengedit video, memilih sountrack film, hingga detail kecil seperti alur film kami bahas dan diskusikan bersama hingga lahirlah sebuah film pendek berisi perjalanan kisah Nadia selama menghabiskan waktunya di sekolah bersama teman-teman dan guru-gurunya.
Bukan hasil yang spektakuler memang, namun kami lebih melihat bagaimana Nadia mampu membangkitkan rasa ingin tahu dan semangat dalam belajar sesuatu tantangan baru yang kami apresiasi di dirinya, hanya melalui stimulus kecil dari kami bisa lahir sebuah project sederhana, sebagai kenang-kenangan di masa depannya kelak.

Satu hal ibroh yang ingin saya ajarkan kepada Nadia, bahwa sekecil apapun usaha kita hari ini, bisa jadi akan bernilai besar di kemudian hari. Nadia kecil kami pastinya akan selalu tumbuh menjadi gadis yang ceria, yang yakin pada dirinya bahwa ia mampu menaklukkan seberat apapun rintangan di hadapannya selama ia percaya, bahwa ia mampu mengalahkan rasa takutnya.







Bandar Lampung, 9 Mei 2017
Puspaning Dyah, seorang bunda yang tak letih membersamai buah hatinya


#level4
#kuliahbunsayiip
#gayabelajaranak
#aliranrasa


0 komentar:

Posting Komentar