Jumat, 28 April 2017

Dokter Gigi Anak VS Psikologi Anak

Entah sudah berapa pekan kami rutin mengunjungi dokter gigi langganan kami (gimana gak langganan kalau hampir sepekan sekali kami berkunjung ke sana πŸ˜₯πŸ˜₯πŸ˜₯πŸ˜₯)


Bermula dari diketemukannya dua lubang yang bertengger tanpa permisi di sela-sela gigi, sehingga di saat itulah dimulai perjalanan panjang demi menambal sebongkah luka di masa lalu #eeeaaaaaa....


For the first time Nadia harus visit ke dentist anak, pilihan satu-satunya jatuh ke dokter gigi langganan kantor, selain karena gak tau harus melarikan beban sakit ini ke mana lagi, hanya di tempat itulah bisa berobat dengan tanggungan kantor (dilema emak-emak pelit, karena udah kebayang donk dengan dua lubang yang menganga ini pasti gak akan cukup sekali dua kali berobat ke dentist, bayangin aja kalau setiap visit bisa menghabiskan 200-300 ribuan dari dompet emak, kebayang sendiri kan jumlah total dana yang kami habiskan hingga tuntas pengobatan gigi Nadia #mimpi horor untuk dompet emak#

Eeeet dah ini emak mau cerita apa niat mau curcol yak πŸ˜₯πŸ˜₯πŸ˜₯


Oke back tho the topic and no baper-baperan lagiπŸ˜„πŸ˜„πŸ˜„

First impression masuk ruangan dokter suasananya nyaman banget, ornamen khas anak-anak menghiasi dinding ruang praktik, and guess what? Ruangan di desain full warna pink, hahahahaa tau bener lho ibu dokter ini warna favorit Nadia, dan yang gak kalah mengejutkan entah di kunjungan keberapa kalinya, kursi pasien pun beralih wajah menjadi di tambal pake kain pink semu hijau,haduuugh dok kalau begindang caranya emak jadi pingin juga tuh bertengger manis di sana πŸ˜‰πŸ˜‰πŸ˜‰


Dokternya sangat ramah, dengan wajah keibuan cukup berhasil sih mengambil hati Nadia untuk mau buka mulut, di temani seorang perawat gigi cowok tulen (mudah-mudahan 😁) yang ngakunya item pake manis banget tapi sayang masih jomblo (eh ada gitu ikhwan yang kenal pacaran? Yaaach sayang sih Bunda gak punya adek cewek, kalau ada kan bisa di jodohin sama dirimu ya om? Hohohoho...)  ---> hahahaha ga kebayang wajah itu si om-om perawat gigi kalau ngebaca statement bagian ini, ampuuuuun oom πŸ˜€πŸ˜€πŸ˜€



Terlepas dari obrolan ringan di atas, ada beberapa point penting yang saya soroti dari setiap kunjungan ke dentist, seorang dentist anak sangat penting menguasai psikologi anak dengan berbagai karakter, saya sungguh-sungguh tidak bisa membayangkan jika seorang dentist tidak memiliki skill menangani anak tantrum saat proses pemeriksaan dan pengobatan. Jangankan anak-anak, orang dewasa pun terkadang akan merasa "jirih" manakala harus memaksakan diri berobat ke seorang dokter gigi. Begitu pula kepayahan yang saya alami manakala menggiring Nadia untuk kunjungan yang kesekian kalinya, hingga hampir sebulan kami stuck di satu titik di mana Nadia betul-betul melakukan GTM (Gerakan Tutup Mulut).


Berbagai macam cara sudah kami mulai untuk mempersiapkan Nadia berani menghadapi ketakutannya terhadap "Bor"
Dongeng tentang gigi, simulasi gigi rusak, bermain drama dengan wayang gigi, hingga bentuk "ancaman" berupa puasa gadget selama Nadia enggan berkunjung ke Dentist.


Hingga tiba hari di mana Nadia memaksa dirinya untuk kontrol ke Drg. Indah, sang dokter langganan Nadia. Mau tidak mau saya harus tega dan tetap berpegang pada komitmen di awal ketika membuat kesepakatan dengan Nadia (bahwa saya tidak akan menemani selama proses pengobatan jika Nadia masih setia dengan GTM-nya).

Well, apa yang terjadi? Hihihihi pastinya doski menangis, menjerit, dan memanggil nama saya dari ruang praktik dokter


Ahhhaaaa rupanya GTM selama kurang lebih sebulan menyisakan sesal di kemudian hari, karena entahlah kondisi apa dalam bahasa medis kedokteran gigi yang di jelaskan oleh Drg. Indah bahwa kondisi gigi Nadia mengalami kebocoran obat hingga memerlukan perawatan yang lebih intens


Baiklah nak, perjuangan kita masih panjaaaaaaaaaaaang sekali, bersiap-siaplah atas banyak kejutan manis di depanmu kelak ya Nak, dan semoga sang dentist serta om-om perawat gigimu masih tetap setia menunggumu dengan senyum manis mereka saat dirimu berkunjung lebih sering ke tempat praktik mereka πŸ˜€πŸ˜€πŸ˜€



Puspaning Dyah, saat menulis untuk merekam jejak
Bandar Lampung,   29 April 2017



Foto ini di ambil sesaat sebelum Nadia memasuki ruang praktik dokter




0 komentar:

Posting Komentar