Sabtu, 28 Januari 2017

Tantangan#1_HariKelima_Pesan Cinta dari Ayana

Saat kita masih duduk di Sekolah Dasar (saya memasuki masa SD di rentang usia 5-1 th di tahun 91 👀☺)di setiap pelajaran bahasa Indonesia pasti akan ada frasa untuk menggambarkan pemandangan keluarga yang bahagia, kurang lebih bunyinya sebagai berikut :

"Ayah pergi ke kantor
Ibu pergi ke pasar
Budi dan Wati  bermain di halaman"

Entahlah setelah beranjak dewasa dengan pemahaman yang berbeda di saat usia saya masih teramat muda, pandangan saya mengenai Konsep Bahagia menjadi "teracuni" dengan beberapa pengalaman yang membenturkan saya pada banyak situasi.

Ayah yang pergi kekantor mungkin saja bukan ayah yang bahagia dan membahagiakan
Lalu apakah tugas ibu hanya berbelanja ke pasar? Apakah seorang Ibu tak layak pergi ke tempat lain untuk membahagian hatinya?
Begitupula dengan Budi dan Wati atau anak-anak yang lain, mungkin definisi bahagia untuk mereka saat ini lebih dari sekedar bermain di halaman.

Mungkin perlu adanya redefinisi arti bahagia dari Frasa di atas,
Ayah pergi ke kantor tetapi punya waktu yang lebih dari cukup untuk membersamai anak-anak, punya waktu untuk menemani Istri dan Membahagiakan mereka

Ibu boleh saja berkutat dengan rutinitas urusan domestik, tapi ia pun boleh menjadi dirinya sendiri, meniti karier dan mengejar kesuksesan pribadinya di manapun ia berada, ia berhak memilih di ranah publik maupun ranah domestik ia akan berkarya untuk membahagiakan hatinya.

Anak-anakpun boleh tetap bermain di halaman bersama dengan teman-teman seusianya, namun mereka pun akan jauh lebih bahagia jika ayah dan bundanya menghabiskan waktu untuk bermain, dan membersamai mereka, bukankah kebahagiaan sejati bagi anak-anak adalah saat ada pelukan cinta dari kedua orantuanya.

Istri yang baik adalah istri yang bisa menghebatkan suaminya, peran istri bukan sekedar menjadi pelengkap, namun harus menjadi pendukung kaum lelaki, duhai bunda, duhai wanita, pendapat ini menyadarkan saya bahwa sesungguhnya kalianlah pemeran utama dalam kehidupan rumah tangga kalian.

Berdiskusi dengan santai tak kadang harus berdebat dan saling melontarkan argumen dan saling mempertahankan sesuai dengan prinsip dan kepemahaman yang masing-masing dari kami peroleh, menjadi pemandangan yang lazim terjadi di keluarga kami. Kadang saya berdebat dengan suami untuk urusan yang sepele, kadang pula berdebat untuk urusan yang jauh lebih luas, di lain hari giliran Nadia yang berdebat dengan ayana maupun saya kala ia merasa metode "belajar" yang kami tawarkan tak sesuai dengan keinginannya.

Berdebat menjadi salah satu bentuk kami berkomunikasi, menyalurkan isi hati dan uneg-uneg dengan cara yang baik tentunya. Kami membiasakan anak-anak berani mengemukakan apa saja yang mereka inginkan di dalam "Sharing Session" yang kami gelar di akhir minggu. Wacana dari Sharing Session akan kami jadikan jutlak dalam melewatkan 1 pekan ke depan, jangan bayangkan Sharing Session kami selalu dalam bentuk formal duduk melingkar dengan catatan di depan kami,layaknya rapat-rapat formil di kantoran :), Sharing kami bisa dalam bentuk apa saja dan di mana saja, di biskop, di rumah makan, di lapangan, saat kami santaidan bercanda, saat kami sama-sama luluran di teras belakang rumah, atau bahkan saat kami menjelang tidur dengan posisi saling pijit-pijatan satu sama lain 👱

Sharing Session kami (Sessi saya dan Ayana) malam ini membahas mengenai materi Komunikasi Produktif sebagai materi perdana di Kelas Bunda Sayang, pertanyaan Ayana mengenai progress yang saya dapatkan dari kelas Matrikulasi menjadi momentum untuk saya melaporkan hasil belajar saya selama sepekean terakhir di kelas Bunda Sayang IIP.

Beberapa diskusi kecil menyertai pemaparan saya kepada Ayana (waktu-waktu seperti selaku menjadi pengingat saya kala dulu masih asistensi di hadapannya, teringat bagaimana awalnya benih-benih kekaguman saya yang kemudian berkembang pesat menjadi rasa cinta. Hihiiihihihi....rasa-rasa seperti inilah yang selalu kami manfaatkan untuk menyegarkan rasa cinta di antara kami ☺👀 )

Sharing session kami ditutup dengan sama-sama menuliskan beberapa point yang perlu untuk kami intropeksi diri kembali, harapan-harapan yang kami inginkan dari pasangan, dan beberapa masukan untuk perbaikan diri kami bersama ke depannya.


Suamiku, terimakasih atas segalanya. Terimakasih telah menjadi bagian terbaik dalam hidupku. Terimakasih telah menjadi Ayana yang baik bagi anak-anak kita. Terimakasih karena selalu bersyukur dan bersabar dalam berumahtangga bersamaku. Terimakasih atas kesediaanmu  "Tumbuh" bersamaku.

Mencintaimu karena Allah, semoga Allah pula lah yang akan mengumpulkan kita bersama di Jannah-Nya kelak, In Sya Allah....




0 komentar:

Posting Komentar