Sabtu, 18 Februari 2017

Belajar dari Kemenangan

Belajar dari kemenangan


Naturalnya sifat manusia selalu ingin menang dan sedikit mengalah. Terlebih jika sifat natural tersebut tidak dibarengi dengan ilmu dan pemahaman adab yang baik. Pertarungan yang menghasilkan kemenangan akan di ikuti oleh sifat "jumawa", merasa besar diri dan Naudzubillah akan merasa menjadi lawan tak terkalahkan. Begitu pula sebaliknya, jika pertarungan berakhir dengan kekalahan, proteksi diri terhadap sifat egosentris yang tidak ingin dianggap kalah, justru menjadi bumerang dan semakin memperjelas terpancarnya aura negatif dari dalam diri.

Pada prinsipnya mempersiapkan kemenangan sama pentingnya dengan mempersiapkan jika kita berada dalam posisi "kalah", di pertandingan manapun, di kalangan manapun dan di rentang usia manapun.

Beberapa waktu terakhir saya dan Nadia (5y9m) sama-sama belajar berbesar hati dalam menghadapi perlombaan. Ananda Nadia mengikuti "Lomba Menyusun Puzle" dalam rangka perayaan "Salam Trash Fair" di sekolah formalnya. Dari jauh hari saya berusaha mengkondisikan mental Nadia untuk setidaknya berani maju dalam menghadapi lomba kali ini (sembari berusaha menahan ego saya pribadi -insight in- saya kepada Nadia).

Mempraktikan jurus Komunikasi Produktif, dengan menggunakan metode 7:38:55 penggunaan bahasa yang jelas dan mudah dipahami, mengkondisikan Nadia berada dalam mood yang stabil, saya berusaha mensejajarkan posisi saya dengan Nadia agar FoR dan FoE kami berada dalam frekuensi yang sama. Menceritakan beberapa konsekuensi yang akan Nadia terima jika memutuskan mengikuti lomba atau tidak berpartisipasi aktif dalam perlombaan.

Pemilihan kata-kata penyemangat menjadi kunci setiap bentuk komunikasi saya kepada Nadia.

"Nadia akan selalu menjadi anak bunda yang terhebat baik kakak menjadi pemenang ataupun tidak"

"Kalah atau menang tidak akan mengubah persentase rasa sayang bunda ke Nadia"

"Buat Yeza, Nadia akan selalu jadi kakak kebanggaan Yeza"

"Kalau kakak takut gagal justru sebetulnya Kak Nad sedang mengabaikan kesempatan untuk berhasil"

"Menurut bunda dengan segala persiapan Nadia sudah jadi langkah baik untuk Nadia"

Kata-kata positif seperti itulah yang saya tanamkan untuk "mendongkrak" kepercayaan diri Nadia.


Walaupun di hari H pelaksanaan lomba Nadia terlihat belum percaya diri jika tidak di dampingi saya, akhirnya Nadia mulai mau berani untuk sedikit "terpisah" dari saya. Berproses bersama teman-teman satu team-nya menyelesaikan tantangan dalam lomba.

Tak di sangka bahwa Ananda Nadia membawa pulang piala juara pertama dalam lomba, mungkin ini hanya lomba dengan skala kecil, namun yang terpenting bagi kami adalah kemauan Nadia untuk berani berproses dan kemauannya untuk selalu menantang dirinya di batas "limit" yang di rasa olehnya.

Benar sekali quotes yang saya dapatkan dari Ibu Septi Peni Wulandani selaku Founder Institut Ibu Profesional, bahwa limit kita adalah Unlimited, tidak ada satu pihak-pun yang bisa membatasi diri kita kecuali diri kita sendiri. Atas dasar inilah, saya selalu berusaha menantang diri saya sendiri maupun anak-anak untuk berani menetapkan limit kami setinggi mungkin, karena kami percaya bahwa kekuatan Tuhan akan berada di mana-pun, membantu kami dengan segenap Kasih Sayang-Nya, menjawab setiap ikhtiar kebaikan yang di lantunkan dalam doa, kerja keras, kerja cerdas serta kerja ikhlas setiap Hambanya.


Terima kasih Institut Ibu Profesional, memberikan saya kesempatan untuk selalu belajar dan memantaskan diri, baik untuk diri saya, keluarga saya maupun lingkungan sosial tempat saya bermukim di dalamnya.


Puspaning Dyah, menulis adalah mengalirkan rasa






#institutibuprofesional
#iiplampung
#aliranrasa
#kelasbunsayiip

0 komentar:

Posting Komentar