Jumat, 28 Juli 2017

Bekal Cinta dari Emak

Ada yang menelisik hati saya hari ini di saat seorang sahabat karib membuat postingan di akun media sosialnya pagi ini dan beliau menyebut saya di dalam status beliau. Pernyataan beliau mengenai kegundahan, kesedihan dan rintihan hatinya (tsaaah emak mulai lebayπŸ˜…) karena tak punya banyak waktu menyiapkan bekal makan untuk anandanya yang bersekolah.

Hihihihihi jujur saya bingung bagaimana harus berkomentar atau menjawab kegundahan hati beliau, karena saya sendiri tidak tahu harus menjawab dari sisi yang mana, dalam hal memasak, mengolah menu atau manajemen waktu dalam mempersiapkan menu bekal untuk Kak Nad setiap paginya.

Saya akan mulai berangkat dari alasan utama mempersiapkan bekal bento untuk Kak Nad setiap paginya sebagai bekal snack time maupun makan siang di sekolah formal tempat Kak Nad belajar. Well, alasan utamanya lebih karena Kak Nad termasuk golongan Picky Eater (sila googling untuk lebih faham apa itu PEπŸ˜€ atau suatu saat kelak akan saya coba tuliskan seberapa besar derajat PE Kak Nad selama saya membersamainya ya 😘) hihihii... Bermula dari PE-nya lah maka saya harus selektif dalam menyajikan menu makanan, karena kalau saya tidak jeli dan cermat menyiapkan bekal untuknya bisa-bisa setiap saat doi bakalan nangkring di kantin sekolah dan hanya akan mengonsumsi jajanan instan (pabrikan, mis : chiki, cokelat, wafer dkk). Hihihihi plus biar emak gak jadi golongan KUHP (Kasih uang Habis Perkara πŸ˜€) Karena itulah saya berusaha membuat bekal Nadia semenarik mungkin, seenak mungkin, dan senyaman mungkin di dalam jangkauan matanyaπŸ˜πŸ˜‚




Lalu bagaimana manajemen waktu saya dalam menyiapkan semua menu masakan Nadia? Kuncinya adalah pada ketrampilan dan kekuatan seorang emak memberdayakan seluruh waktu dan sumber daya yang ada (emak lagi curi start belajar jadi Bunda CekatanπŸ˜‰πŸ˜€). Sebisa mungkin saya menyusun menu makan pagi dan siang (karena makan malam biasanya asal ndadak apa bahan apa saja yang ada di kulkas atau bisa jadi hanya dengan asupan jus sayur atau salad raw food untuk kaum dewasa di rumah, harap maklum karena emak salah satu penganut mahzab Food Combing😁).

Setelah menyusun menu, ketahuan kan bahan-bahan apa saja yang kita butuhkan selama seminggu ke depan, mulai dari sayur mayur, buah (yang selalu wajib ada setiap paginya, karena emak dan ayana masih setia sarapan buah setiap pagi hingga menjelang makan siang), protein nabati maupun hewani, bumbu dapur dsb.


Hari Sabtu/Minggu saya manfaatkan untuk berbelanja di pasar tradisional, di pagi hari itulah harinya bunda free time dari anak-anak, ayana bertugas menjaga dan mengasuh kiddos selama bunda menyiangi sayur, mengolah protein hewani (ungkep ayam, membuat kaldu, presto daging, mengolah daging menjadi bentuk lain - nugget, bakso, mpek-mpek, otak-otak, siomay, dll-) serta tak lupa membuat bunbu dasar.


Sayur mayur dan protein nabati/hewani di susun sesuai dengan hari akan di olah, biasanya saya akan mengawali minggu dengan sayuran segar yang lebih cepat layu (bayam, kangkung, sawi, dan sejenisnya), di lanjut dengan sayuran yang mampu bertahan lama di lemari pendingin (wortel, kacang panjang, brokoli dan sebangsanya). Begitu pula dengan Freezer, ayam yang telah di ungkep di bagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan jumlah akan di olah (misal dalam satu plastik berisi 4-5 potong ayam untuk satu kali goreng/bakar) demikian pula untuk jenis protein hewani olahan, sehingga memudahkan pada saat proses thawing.

Lalu bagaimana saya bisa menyiapkan menu makan siang komplit untuk Nadia di pagi hari? Kuncinya ada pada manajemen waktu emak, saya biasakan sebelum tidur mengecek bahan yang akan saya oleh esok paginya (beberapa bumbu dasar sudah berjejer rapi di dalam lemari pendingin), thawing protein hewani agar saat di olah esok pagi daging dalam keadaan siap olah.

Karena sudah ber-azzam menyiapkan sendiri bekal makan Nadia demi mengurangi jatah jajan Nad di sekolahnya, saya merelakan diri bangun sebelum subuh (dan pastinya jadwal shalat Tahajud menjadi semakin tertata karena alasan ini😍), dengan segala persiapan sebelumnya proses masakpun di jamin tidak akan memakan waktu lama. Waktu yang saya habiskan untuk mengolah sarapan dan makan siang biasanya tak lebih dari satu jam, itupun bisa di selingi dengan jadwal bermanja dengan sapu, murojaah hafalan, menyiapkan seragam Ayana dan Nadia dan pernak-pernik khas emak-emak lainnya.


Jadi sebetulnya tidak akan ada hal sulit dalam menyiapkan bekal anak-anak. Bukan masalah seorang Working Mom (WM) atau Stay At Home Mom (SAHM), namun pada azzam seorang bunda yang ingin memberikan yang terbaik bagi buah hatinya.


Misalnya hanya mampu menyipkan bekal berupa nasi dengan lauk telur dadar ataupun ayam goreng, syukurilah hal tersebut, karena mungkin ada banyak lagi para bunda yang tidak mampu menyiapkan bekal istimewa tersebut, pun misalnya ada bunda yang sama sekali tak sanggup menyiapkan bekal dan menyerahkan urusan ini pada jasa catering sekolah, bersyukurlah karena Allah masih memampukan para bunda membelikan yang terbaik untuk ananda tercinta dna berbagi rizki dengan para petugas catering sekolah.

Maaaaaak? Emak kece yang saat ini memilih berkarya di luar rumah sebagai seorang WM, yakinlah ada banyak hal baik yang mungkin tidak bisa di miliki pada emak-emak SAHM, ada berjuta cita-cita yang di tahan oleh para emak SAHM demi peran domestik yang dipilihnya saat ini. Dan duhai kawan-kawan seperjuanganku bersemangat selalulah berkarya dari ramah domestikmu saat ini, karena tidak ada peran yang salah atau tidak pas, yang salah itu jika emak sama sekali tidak memilih di peran mana kalian hendak berkarya.


Tulisan ini pun di ketik di sela-sela persiapan Sedekah Jumat Osin Family (Omah Sinau Listiyono Family) memaksimalkan waktu yang dimiliki emak πŸ˜πŸ˜πŸ˜πŸ˜‚πŸ˜‚

 Sekilas iklan jadi mak yuuuk yang mau berpartisipasi bareng sama emaknya Kak Nad memberikan sedekah nasi setiap hari Jumat bisa koq gabung, dengan ikhlas hati kami menerima, karena sedikit dari kita bisa berarti banyak bagi mereka yang menantikan 😍

Kloter kedua nasi kotak yang siap diserahkan kepada yang berhak menerima






Bandar Lampung, 28 Juli 2017
Puspaning Dyah, menulis bukan untuk mengundang perdebatan

Jumat, 21 Juli 2017

Sore yang sempurna bersama sesuap Barongko

Alhamdulillah tugas emak hari ini bisa terlalui dengan baik, lancar, kenyang, hati girang walau sedikit melelahkan (maklum emak sudah mulai masuk usia beranjak tua πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚)


Beberapa tugas dapat terlalui dengan baik karna anak-anak yang bersikap manis, tak menangis saat emak mengais rezeki (haish emak mulai kumat lebaynya, mohon di maklumi ya pemirsah sekalian)



Kenapa kali ini emak menulis tentang Barongko, yes karena emak tengah ingin bernostalgia pada satu panganan yang bisa jadi favorit emak saat mama masih ada, beliau gemar sekali memasakkan saya aneka panganan khas pulau K tempat beliau di lahirkan (yang sayangnya ilmu memasak beliau tidak di wariskan seutuhnya pada sayaπŸ˜‚)

Seorang kawan membawakan makanan ini untuk di santap bersama, dan saya mengizinkan diri sendiri untuk membawa pulang, selain sebagai alat memperkenalkan makanan daerah pada kak nad yang sekarang lagi getol belajar soal rempah khas nusantara (apa coba hububgannya???) plus agar saya bisa menikmati dengan santai setiap suap dari barongko sembari membayangkan lezatnya barongko buatan mama.

Beberapa literasi yang saya pelajari menuliskan filosofi yang cukup dalam dari terciptanya Barongko, semoga saya tidak salah mengingat dan menerjemahkannya 😁

Barongko, sebagai cemilan khas Makassar, terbuat dari campuran pisang, berbalut santan, telur, gula, garam di bungkus dengan daun pisang, emak jadi terngingang rekam jejam emak hari ini. Dimulai dari Halal bi Halal bersama rekans Iwaba, di lanjut Halal bi Halal bersama rekans PIPEBI dengan mendengarkan siraman rohani dari Umi Neny Suswanti, emak seakan menemukan sebuah benang merah di antara ketiganya. Tali penghubung antara Barongko, Halal bi Halal, persaudaraan, sahabat, dan kepedulian.

Umi Neny memberikan petuah kehidupan


Barongko yang di bungkus dengan daun pisang di umpamakan sebagai diri kita dan pertemanan, di tutup dengan rapi, agar terlihat manis hingga nikmat untuk di santap bersama sahabat maupun orang terkasih. Demikian itulah sejatinya persahabatan, di bungkus dengan manis, agar rahasia pertemanan hanya tersimpan tanpa perlu di umbar kepada yang lain, isi hati kita cukup di mengerti oleh kawan karib.

Ada sebuah istilah orang Makassar yang mungkin selalu terngiang di benak saya, yaitu "Taro ada Taro Gau" (hihihihi beruntungnya saya yang mendapat warisan sedikit budaya dan semangat juang orang Bugis dan Mandar 😁), kurang lebih artinya adalah Apa yang tampak di luar harus sama dengan apa yang tampak di dalam begitu pula sebaliknya. Lihatlah sebuah Barongko, kecantikan, kesederhanaan, dan keluguan tercemin dari sana, Barongko yang dibungkus oleh daun pisang berisi pisang pula di dalamnya, sama di luar sama pula di dalam.

Nah ada satu lagi pesan baik yang saya tangkap dari Tausyiah Umi Neni sore ini, mengenai Silaturahim yang menumbuhkan kepedulian, saya jadi teringan tulisan saya beberapa waktu yang lalu bahwa berbagilah dengan hal-hal sederhana, dengan apa yang kita punya, tanpa perlu mengada-ada untuk menjadikannya sesuatu yang berbeda, berbagilah meskipun kita tak memiliki apa-apa, karena sejatinya kita bisa berbagi kasih sayang, perhatian, cinta kasih atau bahkan sekedar senyuman tulus dan doa untuk saudara kita.

All Iwaba dan adik-adik penerima bantuan


Sore ini saya pulang dengan membawa sejuta rasa syukur, atas segala nikmat yang luar biasa tak terhingga, yang gusti Allah telah berikan untuk saya pribadi dan keluarga, betapa Allah selalu mengirimkan sahabat-sahabat terbaik, yang selalu kembali mengingatkan saya pada kebaikan, menuntun kami untuk terus melakukan lebih banyak hal baik, dan tak putus menebar kebaikan dengan segala apa yang kami miliki.






Bandar Lampung, 21 Juli 2017
Puspaning Dyah, saat menulis sebagai ungkapan syukur


Sabtu, 15 Juli 2017

Renungan Pendidikan#2*

*Renungan Pendidikan #2*



-Ust. Harry Santosa-

Sesungguhnya masa mendidik anak kita tidaklah lama, itu hanya berlangsung sampai usia  AqilBaligh (usia 14-15 tahun). Sebuah masa yang singkat, masa yang cuma seperempat dari usia kita – orangtuanya – jika Allah berikan jatah 60 tahun.

Padahal anak-anak dan keturunan yang sholeh akan menjamin kebahagiaan akhirat kita dalam
masa yang tiada berbatas.

Lalu mengapa amanah terindah ini kita sia siakan dengan mengirim
mereka ke lembaga, ke asrama, ke sekolah dll sebelum masa aqilbaligh mereka tiba.

Jika demikian, lalu apa yang ada dalam benak kita tentang amanah terindah dan kesempatan untuk kekal bahagia di akhirat nanti?Jika demikian, lalu apa yang kita akan jawab di hadapan Allah SWT tentang pendidikan mereka?Apakah lembaga, asrama dan sekolah akan dimintai tanggungjawab di akhirat kelak?

Jika demikian masihkah kita berharap syurga dari doa-doa anak-anak kita, padahal mereka  dititipkan kepada pihak ketiga yang tidak dimintai tanggungjawab sedikitpun dan diragukan  doanya dikabulkan?

Bukankah ketika usia mereka dititipkan itu masih menjadi tanggungjawab kita?

Bukankah doa yang dipanjatkan oleh orang-orang seiman yang bertalian darah akan lebih
diterima Allah SWT?

Setiap yang beriman kepada AlQuran pasti tahu jawabannya. Bahkan memelihara anak  yatimpun sebaiknya dalam dekapan keluarga yang utuh bukan cuma disantuni, apalagi anak  kandung yang jelas menjadi tanggungjawab penuh kedua orangtuanya.

Lihatlah wajah teduh anak-anak kita ketika mereka terlelap, beberapa tahun ke depan wajah2 ini akan berubah menjadi wajah orang dewasa yang setara dengan kita, lalu kita tidak punya lagi kesempatan memperbaiki karakter yang sdh terbentuk, apalagi menyempurnakan akhlak
mereka.

Lalu apa yang kita jawab dihadapan Allah SWT atas karakter-karakter yang sudah terbentuk tadi?

Apakah kita mampu berlepas tangan dari tanggungjawab kita di akhirat?

Ayah Bunda, mari kita didik anak-anak kita dengan tangan, hati, mata, telinga, lisan kita sendiri.

*Membangun Home Education bukanlah pilihan,* namun kewajiban setiap orangtua yang
beriman, itu tidak,memerlukan penjelasan dan pembuktian lagi.

Pada galibnya anak-anak kita akan hidup lebih lama dari kita, walau bisa saja mereka  mendahului kita dipanggil Sang Khalik.

Dalam menjalani masa depannya nanti – yang tanpa  kehadiran kita – anak-anak kita akan mengenang kita.

Anak-anak kita memerlukan kenangan2 yang memunculkan kesan2 dan imaji2 yang baik, positif, tulus, penuh cinta dan utuh tentang masa lalu mereka bersama kedua orangtuanya, itu  semua agar mereka kuat menghadapi masa sendiri ketika mereka kelak dewasa.

Dan itu hanya diperoleh pada masa yang singkat 15 tahun pertama dalam kehidupannya, yang diberikan oleh orangtuanya dengan tulus dan ikhlash yang tak tergantikan oleh siapapun.

Salam Pendidikan Peradaban

#pendidikanberbasispotensi dan akhlak

Jumat, 14 Juli 2017

Prinsip pendidikan berbasis fitrah di tahap usia 7-10 tahun

πŸ₯‡☘πŸ₯‡☘πŸ₯‡☘πŸ₯‡☘πŸ₯‡☘πŸ₯‡

*Prinsip Prinsip Pendidikan berbasis Fitrah untuk Tahap Usia 7 – 10 Tahun*
Oleh : _Ust.Harry Santosa_

1. Pahami Fitrah Perkembangan untuk tahap ini dengan baik. Tahap ini adalah fase dari konsepsi berkembang menjadi potensi. Ini masa  latih awal dimana anak sudah boleh diperintah atau adab sudah disampaikan sebagai perintah. Allah memerintahkan orangtua agar menyuruh anak anak mereka sholat ketika berusia 7 tahun. Perintah sholat adalah penanda dimulainya fase pre aqilbaligh awal, inilah perintah untuk beradab kepada Allah. Di Fase ini juga anak sudah menyadari adanya dunia sosial di luar dirinya, menyadari adanya kehidupan dan adanya aturan di atasnya. Kemampuan belajar dan bernalar mencapai masa emasnya di usia ini.

2. Fitrah keimanan pada fase ini bergerak meningkat dari Konsepsi Tauhid Rubbubiyatullah, kepada kesadaran Potensi untuk Tunduk kepada Allah (Tauhid Mulkiyatullah), yaitu sejalan dengan perkembangan fitrah sosialnya serta fitrah belajar dan bernalarnya maka anak disadarkan bahwa Allahlah Zat Yang Maha Mengatur Alam Semesta sehingga secara sadar harus ditaati dan dipatuhi sebaga Sang MAHA Pembuat Hukum. Fitrah keimanan anak bergerak dari penguatan kecintaan pada Allah menuju kepada penyadaran ketaatan padaNya. Dari penguatan cinta kepada Allah kepada kesadaran mengikuti Rasulullah SAW.

Catatan. Indikator tumbuhnya Fitrah Keimanan dengan baik pada tahap usia 0-6 tahun, adalah bahwa pada tahap usia 7-10 tahun anak akan menerima perintah sholat dengan ikhlash. Jika masih belum ikhlash pada tahap ini maka proses pembangkitan cinta pada Allah melalui keteladanan harus diperkuat. Ada masa 3 tahun untuk mengokohkan fitrah keimanan sehingga diharapkan pada usia 10 tahun tidak perlu dipukul.

3. Fitrah Bakat bergerak dari penguatan sifat unik kepada penyadaran potensi unik, dengan memberikan aktifitas aktifitas produktif yang relevan dengan sifat uniknya untuk mengembangkan potensi Fitrah Bakat. Lakukan Tour de Talents atau kunjungan ke beragam profesi yang relevan untuk membuka wawasan dan libatkan dalam banyak aktifitas yang relevan untuk menemukan aktifitas produktif yang apabila anak memulainya sangat ditunggu tunggu, menjalaninya seolah waktu berhenti berputar dan mengakhirinya tidak mengatakan “akhirnya selesai juga”, tetapi meminta diulangi lagi. Dalam bahasa lain, sampai ditemukan aktifitas yang 4E (Enjoy, Easy, Excellent, Earn). Diharapkan usia 10 tahun sudah mengkristal menjadi aktifitas yang 4E atau peran dalam kehidupan yang siap dikembangkan.

4. Fitrah Belajar dan Bernalar bergerak dari penguatan konsepsi belajar secara abstraksi dan imajinasi kepada penyadaran logika dan nalar. Fase ini Fitrah Belajar dan Bernalar mengalami masa emasnya, dengan interaksi belajar terbaik adalah di alam dan di kehidupan. Belajar berbasis project sesuai ketertarikan pada subyek alam atau pengetahuan akan sangat baik untuk memunculkan gairah inovasinya. Learning is not for Learning, but Learning is for Innovation. Dorong anak untuk melakukan ekpedisi, eksplorasi, riset sederhana di alam. Kaitkan dengan fitrah  lainnya, misalnya gairah untuk eksplorasi dan berinovasi ditujukan kepada memahami pola keteraturan karena adanya Zat Yang Maha Mengetahui dan Maha Mengatur Semesta.

5. Fitrah Seksualitas bergerak dari penguatan konsepsi sebagai lelaki atau perempuan kpeada penyadaran potensi lelaki sejati atau potensi perempuan sejati.  Caranya adalah dengan membina kelekatan (attachment),  untuk potensi kelelakian dengan lebih mendekatkan anak lelaki pada Ayah dan fitrah potensi keperempuanan dengan lebih mendekatkan anak perempuan pada ibu. Ibu dan ayah harus menjadi idola pertama dan terbaik bagi anak anaknya sesuai gendernya. Ayah tuntunlah anak lelaki ke masjid dan kenalkan peran peran kelelakian di masyarakat. Ayah menjelaskan pada anak lelaki ttg “mimpi basah” dan kewajiban besar dibalik amanah yang harus dijaga ini, termasuk mandi wajib dstnya. Ibu tuntunlah anak perempuan untuk terlibat dalam peran keperempuanan di rumah. Ibu menjelaskan pada anak perempuan ttg “haidh” dan kewajiban besar dibalik amanah yang harus dijaga dstnya.

6. Fitrah Estetika bergerak dari fase penguatan konsepsi keindahan secara inderawi dan imaji kepada kesadaran potensi keindahan secara nalar (nazhori) dan aktifitas atau karya. Ekpresikan potensi Fitrah Estetika dan Bahasa melalui apresiasi keindahan pada sastra, arsitektur, desain, musik, sejarah dsbnya. Anak sebaiknya punya apresiasi atau karya estetika. Beberapa anak yang punya bakat dalam bidang seni akan nampak lebih menonjol apresiasinya. Anak menyadari bahwa dibalik keindahan keteraturan Ilahi ada pola keindahan yang dapat dinalar.

7. Fitrah individualitas bergerak dari fase konsepsi ego sentris ke fase penyadaran sosio sentris. Jika anak terpuaskan Fitrah Individualitasnya pada usia 0-6 tahun maka pada usia 7-10 akan nampak mudah mengembangkan Fitrah Sosialitasnya, misalnya lebih percaya diri, mudah membuat keputusan (bukan peragu) dan sangat empati dan suka berbagi. Beri anak tanggungjawab sosial sederhana dalam proyek bersama di rumah atau di masyarakat.

8. Fitrah Jasmani bergerak dari penguatan konsepsi pola jasmani seperti pola makan, pola tidur, pola gerak, pola bersih dll kepada penyadaran potensi jasmani berupa kesadaran untuk beraktifitas secara sehat baik aktifitas makan, aktifitas olahraga, aktifitas tidur, aktiftas kebersihan. Sadarkan potensi fitrah jasmani ini dengan adab adab atau sunnah sunnah pada makan, tidur, kebersihan, kesehatan yang baik agar menjadi kekuatan fisik yang prima. Beberapa anak mungkin punya bakat di bidang terkait fisik seperti olahraga, beladiri maka perlu lebih didalami.

Salam Pendidikan Peradaban
#fitrahbasededucation
#pendidikanberbasisfitrah dan akhlak

Rabu, 12 Juli 2017

Hujan di pagi hari



Hujan di pagi hari

Cinta itu seperti hujan
Terlihat dan bisa di rasakan
Datang tiba-tiba
Walau sedikit yang datang dengan pertanda

Kadang datang, kadang pergi
Kadang gaduh, kadang menentrakam
Kadang sejuk atau kadang datang bersama badai
Namun akhirnya akan cerah pada waktunya

Merindu hujan
Sebagaimana halnya merindu
Hadirmu temaniku

Im Happy to be a Mothers



Pernahkah emak merasakan berada di dalam kondisi “depresi”, mungkin saya salah satu yang akan menjawab dengan suara lantang, Ya saya pernah berada dalam situasi tersebut.

Mengandung anak kedua (yang seharusnya sudah berpengalaman hamil πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚) di tunjang kondisi psikologis pasca memutuskan resign dari instansi terakhir tempat saya berkarya (jadi duhai para karyawati di seluruh semesta, pikirkanlah dengan masak-masak semua kondisi yang akan kalian alami pasca syah menjadi un-employee beneran awalnya bakalan ngrasa gak enak banget dan saya sudah membuktikannya πŸ˜‚πŸ˜πŸ˜…), hijrah ke kota baru di mana tanpa koneksi, handai taulan dan segala-galanya yang serba baru, membawa kondisi psikologis saya “terpaksa” mengalami "Post Partum Depression Syndrome” sebuah kondisi depresi akut yang dialami oleh ibu yang baru melahirkan. Gejalanya akan berbeda di setiap ibu, kondisi yang saya alami adalah seringkali merasa cemas, takut, sedih, sering menangis, nyeri kepala dan banyak kondisi tidak menyenangkan lainnya. Yang paling tidak menyenangkan saat psikologis terganggu adalah fisik pun lambat laun akan bergetar merasakan pula sensasi-sensasi unik dari perubahan psikologis tersebut. Asam lambung yang tak kunjung reda, atau jika pun menjadi jinak beberapa saat kemudian akan kumat dan kembali menyiksa, tekanan darah yang cenderung masuk taraf Pre-Hipertensi cukup membuat kepayahan di masa itu.

Sepertinya kali ini saya betul-betul membuktikan pernyataan Ustad Danu (kala beliau memberikan tausyah di instansi saya bekerja dahulu, dan saat itu saya yang jadi MC-nya -- > informasi yang gak penting banget ☺ )bahwa ketika secara jiwa dan batin kita melemah maka secara cepat atau lambat penyakit akan datang di bagian terlemah dari tubuh kita, nah pas bener saat mengalami PPD bagian terlemah saya saat itu adalah pencernaan (saat itu belum ta’aruf sama yang namanya pola makan sehat).
Nah permasalah yang mau di angkat di topic kali ini bukan di sisi PPD yang saya alami, Alhamdulillah sejak mengenal pola makan sehat (Food Combining) beberapa keluhan fisik mulai dapat teratasi, yach gak langsung serta merta semuanya jadi sehat bugar seperti bugarnya anak balita dengan jumlah enzim pangkal yang masih melimpah (eeaaaa... sudah pinter ngomong soal enzim ini mah si emak, siap-siap di bully FC’ers sejati ☺hahahaaa....) paling tidak sekarang saya tetap berjuang menuju kondisi Homeostatis di mana tubuh berada dalam PH yang netral cenderung basa (makanya jangan pernah heran kalau emak yang satu ini demen banget “ngrokotin” semua yang serba ijo ☺.

Ada satu hal yang menarik di saat saya memeriksakan diri ke dokter umum (tenakes level 1) hihihihihi... karena saya cenderung takut untuk memeriksakan diri ke dokter, apalagi kalau udah ketemu alat tensimeter mau sekeren apapun bentuknya, karena entah mungkin karena faktor psikologis setiap di tes dengan alat tensimeter selalu menunjukkan hasil di atas normal (kisaran 130/90) walaupun saat tes mandiri di rumah masih cenderung masuk di batas normal ☺ berimbas pada mood yang jadi memburuk karena di vonis dokter untuk konsumsi obat penurun tensi rutin setiap hari dan setiap saat. 

Berceritalah emak pada ayana, melampiaskan unek-unek pada beliau dengan sedikit uraian air mata dan rengekan minta di belikan tas prada keluaran terbaru (lho lha drama apalagi emak yang satu ini 😁😁😁), intinya sih nasihat yang beliau berikan adalah berusaha mengikhlaskan semuanya, ikhlas jika memang saya yang bakat darting dari kedua orang tua juga mengalami kondisi tersebut, seperti halnya beliau yang ikhlas memiliki istri yang cantik, manis, dan rajin memasak seperti saya (dilarang iri apalagi nge-bully), redalah tangisan saya, kembali lagi berada dalam kondisi mood yang baik, dan berusaha menyikapi semuanya dengan lebih woles. 

Sepintas mengalun merdu suara Babang Adera di radio menyanyikan single terbarunya :

Bila ingin hidup damai di dunia
Bahagialah dengan apa yang kau punya
Walau hatimu merasa
Semua belum sempurna, sebenarnya
Kita sudah cukup semuanya

Bila dunia membuatmu kecewa
Karena semua cita-citamu tertunda
Percayalah segalanya
Telah di atur semesta
Agar kita mendapatkan yang terindah

Impianmu, terbangkanlah tinggi
Tapi slalu pijakkan kaki di bumi
Senyumlah kembali
Bahagiakan hari ini
Buatlah hatimu bersinar lagi

Bila ingin lebih damai di dunia
Berbagilah bahagia yang tlah kau punya
Kini hatimu terasa
Semua lebih sempurna
Karena kau hidup
Dengan sutuhnya

Kini hatimu terasa
Semua lebih sempurna
Karena kau hidup
Dengan seutuhnya....

Dalem ya mak lirik lagunya? Yes seperti itulah yang sekarang saya jalani setiap harinya, berusaha menjalankan sebaiknya peran yang diamanatkan ke diri saya, perkara jika suatu saat ada sesuatu yang tidak pas, yang di rasa akan membuat perasaan hati terguncang maka pilihannya hanya ada dua, “sesuatu” itu yang menjauh dari saya, atau saya yang menjauhi “sesuatu” itu.

Demikian halnya dengan peran domestik yang saya pilih saat ini, Bu Septi pernah berujar : “Bersungguh-sungguhlah kamu di dalam, maka kamu akan keluar dengan kesungguhan itu, tidak ada hukum terbalik, bersungguh-sungguh ngurusin anak orang lain, berdakwah untuk orang lain, dan berharap keluarganya tumbuh sendiri dengan sebuah kesungguhan”.

Nah jadi tamparan keras kan mak kalau udah begindang? Membiarkan anak tumbuh sendiri tanpa ada pendidikan di dalamnya bisa jadi hal paling pantang yang kami terapkan saat ini di “omah sinau” kami. Kesulitan saya saat ini dalam menghadapi anak-anak (terutama Nadia) salah satunya adalah akibat adanya masa-masa yang terlewatkan bersama mereka. Sehingga kini saya harus bekerja ekstra keras untuk membayarnya. Alhamdulillah rasanya belum terlambat merajut benang-benang asmara (eeeaaa ketauan bener si emak kelahiran kapan...) dan waktu yang tertinggal, sungguh tidak mudah bagi saya mengulang masa-masa ketertinggalan tersebut. Membiarkan mereka bermimpi besar dalam pendampingan kami berdua ayana dan bundanya, melihat mereka selalu bergairah, bersemangat  untuk selalu belajar dan menghasilkan karya sekecil apapun itu.

Aaaaah rasanya bahagia sekali saat berhasil meyakinkan diri sendiri bahwa keputusan saya menyimpan rapat-rapat (dengan rapi tentunya) ijazah ber-cap siluet wajah Pangeran Diponegoro dan sebilah keris di dalam map tempat ia tersimpan dengan manis, yang hampir 10 tahun ini tidak saya gunakan lagi untuk melamar kerja.

Buat cowok ganteng yang menginspirasi lahirnya tulisan ini, dirimu  yang sekarang tengah berjuang menyelesaikan sertifikasimu, semangat ya yank, yakinlah  ada rindu yang tersimpan rapi, ada doa yang selalu terucap untuk keberkahan keluarga kita dan ada cinta yang tak pernah usang atau menjadi asing untuk selalu di kenang.

And last buat yang masih jadi Singlelillah di seluruh semesta, masih bulan syawal nih, kemarin kan udah Halal bi Halal, trus kapan yang onoh di halal-in juga ☺
Jauhi narkoba, dekati mertua (eeeaaa... ini mah kode buat yang berminat jadi calon mantu saya ☺)


Mengurai sebaris makna dari sepiring pecel

Setelah rintik hujan yang mewarnai pagi saya hari ini, yang selalu saja menyeruakkan rasa rindu dan candu pada aroma tanah yang tengah memadu kasih bersama tetesan hujan di pekarangan belakang rumah kami.

Sedikit bernostalgia pada tanah jawa tempat beta di lahirkan, ingin rasanya menikmati sepiring pecel makanan tradisional yang selalu indah untuk di pandang dan di nikmati.

Siang ini saya bersama seorang kawan mencoba sebuah nasi pecel yang menurut beliau sih recommended untuk di coba, bau kencur (dalam makna sebenarnya lho yaπŸ˜ƒ) yang kuat dengan semburat rasa manis, asin dan pedas yang balance bersatu menciptakan harmoni sebagai pelengkap siang hari ini di tengah serentetan tugas yang harus saya selesaikan.

Buat saya sepiring pecel bisa bermakna filosofis yang cukup dalam. Sebutir kacang tanah yang di tanam dari perawatan hingga proses panen dan siap di olah. Kacang yang tumbuh merumpun di dalam tanah, kami artikan sebagai manusia yang terlahir dari tanah, tumbuh dan besar karena perawatan dan kasih sayang keluarga, jika suatu saat "masa panen" tiba akan lahir sebagai generasi yang bermanfaat bagi sekitarnya, siap di olah menjadi sesuatu yang lebih berkualitas.

Bumbu yang bersatu di geprek menjadi rata, seperti manusia yang kemudian berbaur dengan yang lainnya di geprek dengan pengalaman, rasa sakit hati, sedikit kecewa namun tak jarang ada bahagia. Rasa yang berbeda berbaur menciptakan harmoni dalam sekali ulek bumbu pecel, ada gula jawa yang manis, asam yang terasa kecut, kencur dengan bau khasnya, berkolaborasi menjadi satu. Sederhana namun mampu memberi arti.

Sunatullahnya sebuah kehidupan tak pernah ada rasa nyaman selamanya, terkadang kita perlu di benturkan pada banyak keadaan yang bertentangan dengan nurani, pada beberapa orang yang hanya menilai kulit luar, atau beberapa pihak yang hanya mau mengambil informasi sebagian hingga menyebabkan ke-tidakadilan bagi yang lainnya.

Setiap orang sah-sah saja menambahkan bahan di dalam bumbu pecel sesuai seleranya, tapi tak boleh ada paksaan atau tekanan karena setiap orang memiliki seleranya masing-masing. Seperti kita yang tak bisa memaksa orang lain menjadi seperti apa yang kita mau, yach misalnya ada segelitir oknum yang menggunakan "power"nya memasukkan idealisme yang bisa jadi bertabrakan dengan situasi setempat ya monggo-monggo aja sih, karena pepatah "siapa menabur, ia yang kan menuai" sepertinya masih relevan koq di era "keblinger" macam saat ini πŸ˜‚

Ayana selalu berkata pada saya, hiduplah secara sederhana, itulah yang akan membuat hati kita lebih ikhlas memaknai sesuatu.
Seperti sebuah pecel, berangkat dari kesederhanaan ia mampu membawa cita rasa sebuah kebanggaan πŸ˜ƒ